Contents
Sahabat Danakini, fenomena bubble economy cukup sering terjadi sepanjang sejarah, tetapi masih banyak orang yang belum mengetahui pasti apa fenomena ini dan mengapa bisa terjadi. Bubble economy atau gelembung ekonomi dapat didefinisikan, siklus ekonomi di mana terdapat peningkatan yang sangat cepat terhadap nilai suatu objek.
Sekilas hal ini kedengaran hal yang baik, tetapi kenaikan harga yang cepat ini juga memiliki satu kelemahan fatal, seperti gelembung fenomena ini sangat mudah pecah dan melandai begitu saja. Dengan kata lain, harga suatu produk atau demand yang melambung tersebut akan mencapai titik tertinggi dan secara cepat akan menjadi sangat rendah. Fenomena bubble economy lazim terjadi pada efek, pasar saham, dan bisnis Properti. Fenomena ini juga bisa terjadi pada produk-produk lainnya ketika demand terhadap produk tersebut membengkak.
Fenomena ini dapat berakibat fatal, khususnya terhadap ekonomi makro. Ibarat satu produk yang memiliki harga jual sangat tinggi 1 minggu yang lalu dan hari ini memiliki harga jual yang rendah, hal tersebut dapat membuat ekonomi menjadi tidak stabil. Contohnya saja seperti harga saham yang kemarin naik tinggi dan semakin lama, semakin turun, hal tersebut tentunya akan merugikan para investor.
Fenomena Bubble Economy: Apa Penyebabnya?
Sahabat Danakini, fenomena ini masih sering diperdebatkan hingga saat ini dan penyebab pastinya masih belum bisa disimpulkan. Namun para ahli memiliki beberapa teori yang paling sering disebutkan.
Tren dan Momentum dalam Bisnis
Ada yang berpendapat bahwa ketika terjadi momentum dalam lini bisnis yang sedang menjadi favorit sehingga pendapatan perusahaan di lini bisnis tersebut pun meningkat. Hal ini menjadikan perusahaan memberikan bonus atau upah lebih tinggi kepada karyawannya. Hal ini membuat orang-orang yang memiliki pendapatan lebih untuk berinvestasi pada properti atau saham. Banyaknya orang yang melakukan hal ini dalam satu waktu mendorong terciptanya fenomena bubble economy .
Pengaruh Emosional dalam Melihat Kesempatan Ekonomi
Beberapa ekonom yang mempunyai teori bahwa gelembung adalah ketidakseimbangan dalam cara orang melihat kesempatan. Pasalnya, mereka mencoba untuk mengejar harga aset atau produk daripada membuat pembelian berdasarkan nilai intrinsik dari aset. Dalam buku karya John Keynes yang berjudul “The General Theory of Employment, Interest and Money”, ada kecenderungan manusia untuk mengonsumsi sesuatu secara emosional, tanpa memperhitungkan berbagai halnya. Contohnya saja seperti tas bermerek, semakin meningkat popularitasnya, semakin tinggi pula harga yang dibandrol dan akhirnya menciptakan sebuah bubble.
Kondisi Ekonomi “Liquid”
Ahli lain menyatakan bahwa adanya bubble ini juga terjadi akibat kondisi ekonomi yang sedang likuid. Likuiditas ini membuat meminjam uang menjadi lebih mudah. Akibatnya, banyak yang meminjam uang dan digunakan untuk membeli aset dan properti. Semakin banyak yang melakukan ini, maka harga aset dan properti juga semakin meningkat. Inilah penyebab klasik dari adanya economic bubble.
Contoh Kasus Fenomena Bubble Economy
Sahabat Danakini dalam sejarah, terdapat beberapa kasus terjadinya fenomena bubble economy yang cukup mencolok. Berikut Merupakan contoh kasus tersebut.
The Tulip Mania
Pada rentang tahun 1636-1637, negara Belanda dihebohkan dengan salah satu bunga yang begitu populer, yaitu bunga tulip. Pada saat itu, keunikan dan keindahan bunga tulip, membuat permintaan terhadap bunga tersebut melonjak. Namun, bunga ini sulit tumbuh dan berasal dari negara Turki yang pada saat itu sulit diekspor.
Pada saat itu, banyaknya permintaan dan kurangnya stok bunga tulip akhirnya membuat harga bunga tulip melejit naik hingga setara dengan 40 kali lipat gaji rata-rata tenaga kerja Belanda per tahunnya. Akhirnya bubble tersebut pecah dan menyebabkan harga bunga turun drastis dan penjual bunga Tulip mengalami kerugian besar.
Bubble Economy di Indonesia
Meskipun tidak terlalu besar, fenomena bubble ini pernah terjadi di Indonesia. Sebut saja saja terjadi tren batu akik, tanaman janda bolong, hingga ikan hias. Mungkin banyak sahabat Danakini yang lupa dengan popularitas barang-barang itu. Namun, pada saat peak popularity tersebut semua barang tersebut pernah mencapai harga hingga 10x lipat harga aslinya.
Dapatkan aplikasi Danakini melalui Apps Store dan Play Store.