Mengenal Pajak Karbon – Dalam rangkaian G20 mengenai Sustainable Finance for Climate Transition Roundtable yang diselenggarakan pada hari Kamis, 14 Juli 2022 di Nusa Dua, Bali, disebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan hutan tropis terbesar di dunia yang ditargetkan dapat melampaui Nationally Determined Contribution (NDC) dan mencapai nett zero emission di tahun 2030. Pada NDC tersebut, Indonesia memiliki target kewajiban tersendiri, di mana ada pengurangan emisi gas rumah kaca secara mandiri sebesar 29% paling lambat pada 2030 atau sebesar 41% jika dengan dukungan internasional. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah Indonesia berniat untuk mengimplementasikan mekanisme pajak karbon pada tahun 2022.
Sri Mulyani Indrawati, selaku Menteri Keuangan, menyatakan bahwa dengan dijalankannya pajak karbon bagi masyarakat, diharapkan ada perubahan kebiasaan, pengurangan emisi karbon, dan dukungan terhadap inovasi serta investasi dengan mempertimbangkan prinsip fairness, affordability, gradual, and measured implementation. Sampai saat ini, perencanaan pajak karbon sudah mengalami penundaan, dari yang sebelumnya direncanakan akan dijalankan pada 1 April 2022, kemudian diundur menjadi 1 Juli 2022, dan kemudian ditunda kembali karena melihat perekonomian dalam negeri yang masih dibayangi ketidakpastian global, yang membuat harga energi masih tinggi.
Meski begitu, pemerintah tetap menjalankan tugasnya untuk menyusun regulasi karena melihat climate change sudah menjadi concern penting bagi dunia dan diri kita sendiri. Hal ini juga dikatakan oleh Febrio Kacaribu, selaku Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), “Pemerintah akan terus berkonsultasi dengan DPR dalam penyiapan implementasi pajak karbon ini”.
Mengenal Pajak Karbon
Sebelum diterapkan oleh pemerintah, ada baiknya kita mengenal pajak karbon terlebih dahulu nih, Sahabat Danakini. Definisi dari pajak karbon sendiri dapat ditemukan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Pasal 13 Ayat (1), yang menyebutkan bahwa pajak karbon adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang dapat memberikan dampak negatif bagi alam, seperti CO2, batubara, minyak, solar, bensin, LPG, serta bahan bakar lainnya. Nantinya pajak tambahan ini akan diterapkan bagi perusahaan-perusahaan yang melakukan aktivitas tersebut.
Pada UU HPP juga disebutkan pengenaan pajak karbon dilakukan dengan memperhatikan peta jalan pajak karbon yang memuat strategi penurunan emisi karbon, sasaran sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru dan terbarukan, juga keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya.
Tujuan Dari Pajak Karbon
Mengenal pajak karbon tidak lengkap tanpa tahu tujuan dari pengenaan ini. Tujuan utama dari pengenaan pajak karbon kepada perusahaan dan masyarakat bukan hanya untuk menambah penerimaan APBN semata, tetapi juga sebagai instrumen pengendalian iklim agar dapat mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai dengan prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).
Seperti yang dikatakan oleh Sri Mulyani, Febrio juga menjelaskan bahwa pengenaan pajak karbon diharapkan dapat mengubah perilaku para pelaku ekonomi agar dapat beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon dan aman bagi alam. Nantinya, penerapan pajak karbon di Indonesia akan dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan prioritas dalam pencapaian target NDC, perkembangan pasar karbon, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi Indonesia. Dengan begitu, pengenaan dapat memenuhi asas keadilan, terjangkau, dan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat.
Perhitungan Pajak Karbon
Jika dilihat dari UU HPP, subyek pajak karbon mengarah pada individu atau badan yang membeli barang mengandung karbon melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon pada periode tertentu. Nantinya, perhitungan pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon dengan satuan per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COze).
Saat ini, pemerintah baru akan menerapkan pajak karbon pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dengan tarif sebesar Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COze) atau satuan yang setara. Ditambahkan oleh Joko Tri Haryanto, selaku Peneliti Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, pungutan atas pajak karbon untuk sektor lain, mencakup transportasi, bangunan, sektor berbasis lahan, akan diterapkan pada tahun 2025.
Itulah informasi-informasi yang dibutuhkan dalam mengenal pajak karbon agar Sahabat Danakini tidak kaget saat pemerintah mulai menerapkannya di tengah masyarakat. Semoga dengan diterapkannya pajak ini, akan terbangun ekonomi hijau yang ramah bagi alam kita ya!
Dapatkan aplikasi Danakini melalui Apps Store dan Play Store.