Pada 1 April 2022, pemerintah mengumumkan tarif PPN naik menjadi 11%, dari yang sebelumnya 10%, pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Hal ini disebabkan oleh berbagai pertimbangan dari pemerintah, beberapa diantaranya karena ekonomi masyarakat dan pendapatan negara yang terus menurun, juga rasio pajak yang ikut merosot.
Menurut survei nasional oleh Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA), ada 77,37 persen responden yang menolak tarif PPN naik, dan 28,75 di antaranya menganggap bahwa ketentuan ini dapat menghambat pemulihan ekonomi Indonesia. Tetapi, walaupun pemerintah sudah memprediksi akan ada banyak kritik terhadap tarif PPN naik, terutama dari masyarakat yang terkena dampak secara langsung, tidak bisa dipungkiri bahwa ketentuan baru ini harus dilakukan agar dapat mengatasi kondisi keterbatasan anggaran negara saat ini.
“Kebijakan penyesuaian tarif PPN menjadi 11 persen ini sudah win-win solution, karena dari 10 persen menjadi 11 persen diharapkan kenaikannya tidak terlalu signifikan. Di sisi lain, untuk mengandalkan Pajak Penghasilan (PPh) saat ini juga sudah sulit,” kata Prianto Budi Saptono, selaku Direktur Tax Research Institute.
Melihat kenaikan tarif PPN ini, ada berbagai dampak yang harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Berikut adalah berbagai barang dan jasa yang berpotensi mengalami kenaikan.
Minyak Goreng
Memasuki tahun 2022, minyak goreng menjadi topik yang ramai dibicarakan karena harganya yang terus mengalami kenaikan. Ternyata tidak berhenti sampai di situ, minyak goreng juga merupakan salah satu bahan kebutuhan pokok yang menjadi target PPN 11 persen.
Minyak goreng yang mengalami kenaikan PPN hanyalah minyak goreng berkemasan di toko-toko ritel. Sedangkan untuk minyak goreng yang dijual di toko kelontong, pemilik toko yang bertanggung jawab dalam membayar PPN. Staf Khusus Menkeu Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, juga mengatakan bahwa ada penyesuaian harga pada minyak goreng di tengah masyarakat.
Mie Instan
Siapa yang tidak pernah makan mie instan? Setiap dari kita pasti pernah ya, Sahabat Danakini. Bahkan sampai saat ini, mie instan masih sering menjadi makanan pilihan masyarakat Indonesia karena rasanya yang enak dan pembuatannya yang mudah dan cepat.
Seiring dengan berita tarif PPN naik, ternyata mie instan juga merupakan salah satu bahan pangan yang mengalami kenaikan loh, Sahabat Danakini. Menurut perhitungan Yustinus Prastowo, mie instan mengalami kenaikan PPN sekitar Rp25 per bungkusnya di tingkat konsumen.
Pulsa dan Paket Data
Awal pemerintah memungut PPN dan Pajak Penghasilan (PPh) kepada penjualan pulsa, kartu perdana, voucher, dan token dimulai dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6 Tahun 2021 pada 1 Februari 2021. Oleh karena itu, pulsa dan paket data saat ini menjadi salah satu yang terkena dampak dari kenaikan tarif PPN.
Saat ini, operator telekomunikasi Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat Ooredoo Huutchison (IOH) sudah mengumumkan rencana kenaikan tarif PPN kepada para pengguna layanan mereka.
Token Listrik
Token listrik termasuk salah satu barang yang terkena PPN, sebagaimana diatur pada PMK Nomor 6 Tahun 2021. Dikatakan oleh Agung Murfidi, selaku Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PT PLN (Persero), kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen akan berdampak pada biaya token listrik, dimana berlaku kepada pelanggan dengan daya di atas 7.700 VA.
Agung Murfidi juga menambahkan bahwa pelanggan dengan tarif di luar dan daya tersebut, tidak akan mengalami perubahan karena tidak dikenakan PPN.
Transaksi Saham & Kripto
Terlepas dari masyarakat yang memberikan kritik terhadap tarif PPN naik, kebijakan pemerintah memberlakukan tarif PPN naik pada transaksi saham dan kripto ternyata disambut dengan sangat baik oleh sejumlah perusahaan sekuritas. Jika sebelumnya pada 1 Maret 2022, setiap transaksi saham di atas Rp 10 juta akan dikenakan bea materai sebesar Rp 10.000, memasuki 1 April 2022, transaksi saham juga akan dikenakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11%.
Sedangkan pada 1 Mei 2022, transaksi aset kripto akan diterapkan sebagai barang yang dikenakan tarif PPN dan PPh. Pungutan ini diterapkan pada transaksi aset kripto karena menurut Hestu Yoga Saksama, selaku Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, transaksi aset kripto bukan termasuk alat pembayaran, melainkan komoditas.
Itulah beberapa barang dan jasa yang terkena dampak dari kenaikan tarif PPN menjadi 11%. Jangan lupa untuk siapkan finansial lebih dalam menghadapi kenaikan ini ya, Sahabat Danakini!
Dapatkan aplikasi Danakini melalui Apps Store dan Play Store.